Trenggalek, Jawa Timur – Warga Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek, dibuat resah oleh maraknya praktik perjudian sabung ayam dan cap jeki yang berlangsung setiap hari di wilayah mereka. Lebih mengejutkan, kegiatan ilegal ini dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, mulai pukul 15.00 WIB hingga malam hari, dengan pengunjung yang datang dari luar daerah.
Alih-alih dibubarkan, praktik perjudian tersebut justru terkesan dibiarkan oleh aparat penegak hukum setempat. Bahkan, berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga dan saksi mata, lokasi judi tersebut dijaga ketat oleh oknum berseragam, memunculkan kecurigaan adanya dukungan atau pembiaran sistematis dari pihak tertentu.
“Setiap hari ramai, anak-anak kecil juga bisa melihat langsung. Kami khawatir ini jadi contoh buruk,” ungkap salah satu warga yang takut menyebutkan namanya.
Fasilitator Tunggal Diduga Pegang Kendali
Arena sabung ayam ini disebut-sebut dikuasai oleh seseorang berinisial S, yang diduga menjadi pengendali utama sekaligus penyandang dana dan fasilitator perjudian. Sosok ini dikenal memiliki pengaruh kuat dan tidak tersentuh hukum. Masyarakat mencurigai adanya jaringan perlindungan yang melibatkan lebih dari satu pihak.
Aktivitas tersebut melibatkan perputaran uang dalam jumlah besar. Tak jarang, kerumunan penjudi berasal dari daerah lain seperti Blitar, Malang, hingga Tulungagung.
Diamnya Aparat, Matinya Keadilan
Ketiadaan tindakan tegas dari Polres Trenggalek menimbulkan pertanyaan besar: Apakah hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil?
Padahal, praktik perjudian merupakan tindak pidana yang jelas-jelas diatur dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
Pasal 303 KUHP Ayat (1):
Barang siapa dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan permainan judi kepada umum, atau turut serta dalam usaha perjudian, dapat dipidana hingga 10 tahun penjara atau denda hingga Rp 25 juta.
Selain itu, aktivitas semacam ini juga berpotensi melanggar:
Pasal 55 KUHP: yang menyebut siapa saja yang turut serta melakukan atau membantu dalam tindak pidana, dapat dihukum sebagai pelaku.
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa kepolisian wajib menjamin keamanan dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Desakan Publik dan Ancaman Kehilangan Kepercayaan
Diamnya penegak hukum di tingkat lokal telah memicu gelombang kritik dan keresahan warga. Sejumlah tokoh masyarakat kini menyerukan campur tangan langsung dari Polda Jawa Timur untuk mengusut dan membongkar siapa saja yang terlibat di balik perjudian tersebut, termasuk dugaan keterlibatan aparat.
“Kalau polisi di daerah tak mampu atau tak berani, biar Polda yang turun langsung. Jangan biarkan hukum mati di Trenggalek,” tegas seorang tokoh masyarakat Karangsoko.
Masyarakat menilai, jika dibiarkan, ini bukan hanya akan merusak generasi muda, tetapi juga memperkuat budaya hukum yang timpang—tumpul ke atas, tajam ke bawah.
Harapan Akan Penegakan Hukum yang Tegas
Kini publik menanti, apakah aparat akan bergerak berdasarkan hukum atau kembali memilih diam? Jika ketegasan tidak segera ditunjukkan, maka masyarakat berhak mempertanyakan integritas dan keberpihakan aparat penegak hukum di daerah.
“Penegakan hukum harus adil. Jangan beri ruang pada pelanggaran yang terang-terangan. Ini bukan rahasia lagi, ini sudah jadi tontonan umum,” tutup salah satu warga dengan nada geram.
Redaksi Menyampaikan:
Redaksi membuka hak jawab bagi pihak kepolisian maupun pihak-pihak yang disebut dalam berita ini untuk memberikan klarifikasi resmi sebagai bentuk keberimbangan informasi.