Bojonegoro – Aktivitas tambang pasir darat diduga tanpa izin di Desa Payaman, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro, terus menjadi sorotan. Kegiatan penambangan yang diduga dikelola oleh Ir dan AS itu jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Namun, hingga kini tidak terlihat adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum setempat.
Dalam aturan tersebut, setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin resmi dapat dijatuhi pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar. Ancaman hukumannya tegas, tetapi implementasinya di lapangan justru seakan lumpuh. Hal inilah yang memicu keresahan masyarakat.
Sejumlah warga sekitar mengaku heran sekaligus kecewa. Menurut mereka, tambang yang jelas-jelas ilegal itu masih bebas beroperasi, seolah ada pembiaran dari aparat. “Kami menduga ada praktik perlindungan terhadap mafia tambang. Kalau tidak, mustahil tambang ilegal bisa berjalan mulus tanpa hambatan,” ujar salah seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Lebih jauh, warga menilai penegakan hukum di tingkat lokal terkesan tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Mereka mencontohkan, jika masyarakat kecil melakukan pelanggaran, penindakan biasanya cepat dan keras. Namun ketika yang melanggar adalah kelompok dengan modal besar, penegakan hukum mendadak tumpul. “Seolah hukum hanya berlaku untuk rakyat biasa, sedangkan pengusaha besar kebal dari aturan,” tambah warga lainnya.
Selain persoalan hukum, masyarakat juga mulai merasakan dampak lingkungan dari aktivitas tambang tersebut. Penambangan pasir tanpa izin berpotensi merusak lahan pertanian, menurunkan kualitas air tanah, dan mengancam keberlanjutan ekosistem desa. Namun, semua itu seakan tidak menjadi perhatian para pelaku tambang maupun aparat yang berwenang.
Situasi ini menimbulkan desakan agar Polda Jawa Timur turun tangan langsung. Masyarakat berharap adanya penyelidikan lebih mendalam dan penindakan nyata terhadap para pelaku. Sebab jika dibiarkan, bukan hanya kerugian negara yang semakin besar, tetapi juga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum akan kian runtuh.
“Kasus ini bisa menjadi tolak ukur, apakah hukum di negeri ini benar-benar tegak untuk semua orang, atau hanya berlaku bagi mereka yang tidak punya kekuasaan dan uang,” tegas salah satu tokoh masyarakat Ngraho.