Probolinggo – Praktik penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diduga disalahgunakan oleh oknum tengkulak kembali mencuat ke permukaan, kali ini terjadi di SPBU 53.672.23 Muneng Kidul, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Seorang konsumen yang hendak mengisi BBM jenis Pertamax mengaku kecewa karena harus mengantre lebih dari 20 menit, namun justru didahului oleh sejumlah motor yang keluar-masuk SPBU untuk mengisi Pertalite—BBM bersubsidi yang seharusnya hanya untuk masyarakat tertentu.
Dikutip dari Patrolihukum.net, kejadian itu berlangsung pada Rabu (21/5/2025) sekitar pukul 12.50 WIB. Konsumen yang juga merupakan pegawai instansi pemerintah itu menuturkan bahwa petugas SPBU terkesan memprioritaskan kendaraan milik para tengkulak.
“Saya sudah menunggu lama dan jelas menyampaikan ingin isi Pertamax. Tapi malah yang berkali-kali masuk itu yang dilayani. Saya lihat mereka pakai kendaraan yang sama, bolak-balik dua kali lebih,” saya melihat pengisian BBM Pertalite kendaraan tersebut senilai Rp 100.000; terisi Rp 98.0000;, yang kedua pengisian Rp 80.000; terisi Rp 78.000; ujarnya kecewa kepada media ini.
Lebih jauh, konsumen tersebut juga mengungkap kekecewaannya atas sikap petugas SPBU yang dinilai tidak ramah, tidak profesional, dan seolah mengabaikan hak pelanggan.
“Saya ini tahu aturan. Saya minta struk sebagai bukti karena mau saya laporkan. Tapi saya diperlakukan seperti bukan pelanggan,” tambahnya tegas.
Kecurigaan kian menguat saat konsumen menerima print-out struk yang tertera atas nama operator “SF”, padahal yang melayani pengisian BBM adalah petugas lain berinisial “RHN”. Hal ini memunculkan dugaan ketidaksesuaian administrasi dan dugaan praktik tidak transparan dalam pengelolaan SPBU.
Ketua LSM Jaringan Aktivis Probolinggo (JakPro), Badrus Seman, yang mendapatkan laporan dari konsumen ini, langsung menyikapi serius temuan tersebut.
“Kami minta Pertamina segera turun tangan. Ini sudah fatal. Kalau tidak diberi sanksi, pelanggaran seperti ini akan terus terjadi. Jangan tutup mata dan telinga kalau ada temuan dari kami,” kata Badrus.
Bila benar terbukti ada praktik penyaluran BBM bersubsidi ke tengkulak, maka pihak SPBU dan oknum yang terlibat terancam melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya:
* **UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi**: Penyalahgunaan BBM subsidi bisa dipidana 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
* **Perpres No. 191 Tahun 2014**: Penjualan BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi pengguna tertentu, bukan untuk diperjualbelikan kembali.
* **UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 107**: Distribusi ilegal BBM bisa dikenai pidana 5 tahun atau denda hingga Rp50 miliar.
Tim media ini melakukan konfirmasi langsung ke SPBU dan bertemu dengan pengawas, admin, ketua shift, serta petugas lapangan. Saat dimintai keterangan, pengawas SPBU yang berinisial ZN tidak menampik adanya aktivitas mencurigakan oleh para tengkulak.
“Saya lebih fokus ke stok BBM, jarang keluar ke lapangan. Tapi teman-teman sudah sering saya ingatkan. Soal tengkulak, memang sering bolak-balik,” ujar ZN.
Lebih mencengangkan, petugas lapangan berinisial RN mengakui secara terbuka bahwa pihaknya menerima uang sebesar Rp2.000 setiap kali mengisi BBM untuk para tengkulak.
“Iya, memang saya menerima uang dari mereka, Rp2.000 setiap pengisian,” ungkap RN tanpa ragu.
Sebagai langkah awal, pengawas ZN berjanji akan membatasi jumlah pengambilan BBM oleh tengkulak.
“Ke depan akan saya batasi maksimal dua kali pengambilan dengan motor yang sama,” tambahnya.
Jika dibiarkan, praktik seperti ini tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga berpotensi menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi di wilayah-wilayah yang sangat membutuhkannya. Konsumen berhak mendapatkan pelayanan prima sesuai prinsip **3S (Senyum, Sapa, Salam)** dan memperoleh informasi serta layanan secara adil dan profesional.
“Kami tidak minta dilayani istimewa, cukup adil sesuai prosedur. Tapi nyatanya kami seperti dipinggirkan,” ujar konsumen tersebut.
LSM JakPro mendesak Pertamina serta aparat penegak hukum segera menindaklanjuti kasus ini. Selain sanksi administratif, tindakan hukum bisa diberlakukan jika ditemukan pelanggaran pidana.
Pemerintah daerah diharapkan juga tidak tinggal diam dan turut memperketat pengawasan terhadap operasional SPBU di wilayahnya, khususnya dalam distribusi BBM bersubsidi yang sangat rawan disalahgunakan.
Media ini akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan laporan terbaru bila ada tindakan nyata dari pihak Pertamina maupun aparat hukum.
Bersambung……..????
(Red/**)