AMPP Soroti Kejanggalan Tender DPRD Probolinggo: ‘Terlalu Rapi untuk Sekadar Kebetulan’

AMPP Soroti Kejanggalan Tender DPRD Probolinggo: ‘Terlalu Rapi untuk Sekadar Kebetulan’

PROBOLINGGO – Sorotan tajam tertuju pada enam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan DPRD Kabupaten Probolinggo. Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (AMPP) menduga terdapat pola yang tidak wajar setelah hasil LPSE menunjukkan bahwa mayoritas proyek tersebut dimenangkan oleh rekanan luar daerah, terutama dari Surabaya.

Ketua AMPP, H. Luthfi Hamid, menyebut pola itu terlalu rapi, terlalu berulang, dan terlalu konsisten untuk dianggap sebagai kejadian biasa.

“Enam proyek berturut-turut, dan rekanan lokal hampir tidak dapat apa-apa? Ini bukan fenomena, ini skenario,” tegas Luthfi saat ditemui, Rabu.

Menurutnya, jika pemenang tender berasal dari daerah yang sama, dengan pola persaingan yang serupa, maka publik wajar mencurigai adanya pihak yang mengarahkan atau mengendalikan proses tender dari belakang layar.

“Kalau jalurnya sama, pemenangnya mirip, dan asalnya itu-itu saja, masyarakat pasti bertanya: siapa operatornya?” ujarnya.

AMPP menilai bahwa hasil tender yang kini terjadi justru berlawanan dengan arahan KPK agar pemerintah daerah memprioritaskan penggunaan rekanan lokal melalui e-katalog.

Luthfi mengatakan seharusnya pemerintah daerah mendorong pelaku usaha lokal terlibat dalam proyek strategis, bukan sebaliknya.

“Rekanan lokal seperti tamu di rumah sendiri. Tidak diberi ruang, tidak diberi kesempatan. Ini ironi,” ungkapnya.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Probolinggo, Mochammad Al-Fatih, memberikan penjelasan berbeda. Ia menegaskan tidak ada aturan yang mewajibkan penggunaan penyedia lokal, baik dalam e-katalog maupun mekanisme penunjukan langsung.

“Sistem e-katalog versi 6 tidak mensyaratkan penyedia harus dari daerah setempat,” kata Al-Fatih saat dikonfirmasi.

Namun pernyataan tersebut dinilai AMPP sebagai bentuk kurangnya keberpihakan kepada pelaku usaha lokal.

Selain soal pemenang tender, AMPP juga menyoroti selisih besar antara pagu anggaran dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam beberapa proyek. Luthfi menyebut hal itu bisa menjadi indikator permainan angka.

“Kalau HPS turun drastis dari pagu, publik berhak curiga. Siapa yang menentukan HPS? Kenapa selisihnya besar? Siapa yang diuntungkan?” kata Luthfi.

Ia menegaskan pola tersebut sering muncul pada daerah yang terindikasi permainan proyek.

AMPP memastikan kini tengah menyusun data komprehensif mengenai enam proyek tersebut, termasuk pola pemenang tender, metode pengadaan, hingga analisis pagu–HPS.

“Jika data lengkapnya nanti mengarah pada dugaan pelanggaran, kami akan bawa ke ranah hukum. Ini bisa berkembang jadi skandal besar,” tegas Luthfi.

Ia menutup keterangannya dengan pernyataan menohok:

“DPRD adalah wakil rakyat. Jika proyeknya justru menguntungkan pihak luar, pertanyaannya sederhana: DPRD sedang mewakili siapa?”

Hingga berita ini diturunkan, DPRD Kabupaten Probolinggo belum memberikan keterangan lanjutan terkait desakan transparansi dan temuan awal AMPP tersebut. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *