Lumajang – 7 November 2025 | Bau amis peluh dan darah ayam di Desa Dawuhan Lor, Kabupaten Lumajang, seolah menjadi saksi bisu bahwa hukum di negeri ini bisa dipermainkan. Di tengah gembar-gembor pemberantasan judi, arena sabung ayam di Dawuhan Lor tetap beroperasi bebas, bahkan semakin ramai, seperti menertawakan hukum yang seharusnya menindaknya.
Bisnis Haram yang Beroperasi Terang-Terangan
Arena sabung ayam ini bukan sekadar tempat hiburan rakyat. Ia sudah menjadi pusat transaksi perjudian bernilai ratusan juta rupiah setiap pekan.
Menurut laporan warga, kegiatan berlangsung rutin setiap hari, dengan puncak taruhan besar di akhir pekan, Sabtu dan Minggu.
Para penjudi datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar pulau seperti Bali dan Madura. Mereka membawa ayam aduan unggulan, bertaruh besar, dan pulang dengan kantong tebal atau tangisan kekalahan.
Lebih parah lagi, kegiatan ini dikoordinir secara profesional. Pengelolanya, yang dikenal dengan nama Sulis, mengatur jadwal sabung, daftar pertandingan, dan sistem taruhan melalui pesan berantai WhatsApp.
Undangan dan “jadwal main” disebar seperti event resmi. Semua dilakukan dengan rasa aman dan percaya diri tinggi, seolah mereka punya tameng hukum.
Warga Menjerit, Polisi Terlihat Mandul
Arena ini bukan rahasia lagi. Sudah berulang kali jadi sasaran penggerebekan aparat, tapi hasilnya nihil. Begitu polisi datang, arena sudah kosong, ayam disembunyikan, dan para penjudi lenyap.
Informasi bocor selalu mendahului langkah aparat.
“Setiap razia, pasti bocor. Belum sampai polisi datang, mereka sudah kabur semua. Mustahil itu terjadi tanpa orang dalam,” ujar Nurhadi, warga Dawuhan Lor dengan nada geram.
Kemarahan warga makin memuncak karena kegiatan ini tidak hanya mencoreng nama desa, tapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat.
Banyak suami terlilit utang akibat kalah taruhan, rumah tangga retak, dan sebagian pemuda meninggalkan kerja demi ikut berjudi.
Landasan Hukum: Jelas, Tapi Tak Ditegakkan
Perjudian sabung ayam dengan taruhan uang jelas melanggar hukum pidana Indonesia. Beberapa pasal yang mestinya jadi tameng hukum justru dibiarkan tak bergigi:
Pasal 303 KUHP:
Barang siapa memberi kesempatan atau turut serta dalam perusahaan judi, dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp25 juta.
Pasal 303 bis KUHP:
Barang siapa turut serta berjudi di tempat umum, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda Rp10 juta.
UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian:
Menegaskan bahwa tidak ada bentuk perjudian yang dapat dilegalkan. Semua bentuk taruhan dilarang tanpa pengecualian.
UU ITE No. 1 Tahun 2024 (Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008):
Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) menjerat siapa pun yang menyebarkan informasi bermuatan perjudian melalui media elektronik, termasuk WhatsApp. Ancaman pidananya 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Dengan empat dasar hukum sekuat ini, tidak ada alasan bagi aparat untuk diam. Pembiaran justru memperlihatkan bahwa hukum di Lumajang sedang lumpuh atau sengaja dilumpuhkan.
Aktivis: “Kalau Polisi Tak Bertindak, Kami yang Akan Laporkan”
Ketum GERMAS PEKAD, Warsono S.H, mengecam keras pembiaran terhadap perjudian di Dawuhan Lor. Ia menilai, penegakan hukum telah kehilangan arah.
“Bandar seperti Sulis sudah menantang negara. Kalau polisi tidak bisa menindak, maka kami akan bawa kasus ini ke Polda Jatim bahkan Mabes Polri. Jangan biarkan Lumajang menjadi contoh buruk bahwa hukum bisa dibeli,” tegas Warsono.
Ia juga menyoroti dugaan kuat keterlibatan oknum aparat yang membocorkan informasi razia. “Kalau setiap penggerebekan selalu bocor, berarti ada yang bermain di dalam. Itu harus diusut tuntas.”
Dampak Sosial dan Moral yang Menggerogoti
Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, sabung ayam di Dawuhan Lor sudah menjadi penyakit sosial. Banyak keluarga hancur karena kecanduan judi.
Beberapa warga mengaku terpaksa menjual harta benda, bahkan sawah dan kendaraan, demi membayar utang taruhan.
“Kami sudah capek. Setiap Minggu desa kami berubah jadi tempat maksiat. Anak-anak muda terpengaruh, malas kerja, hanya ingin cepat kaya lewat taruhan,” tutur warga yang enggan disebut namanya, ibu rumah tangga setempat.
Jika dibiarkan, kegiatan ini tidak hanya merusak ekonomi warga, tetapi juga membunuh moral generasi muda.
Penutup: Saatnya Polisi Lumajang Membuktikan Keberanian
Kasus sabung ayam di Dawuhan Lor bukan sekadar isu perjudian, tetapi uji nyali dan integritas aparat penegak hukum.
Selama bandar seperti Sulis masih bebas berjalan, publik akan terus percaya bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Sudah saatnya Polres Lumajang bergerak tanpa kompromi.
Tangkap pelaku utama, usut keterlibatan oknum, dan bersihkan nama penegak hukum dari noda suap dan pembiaran.
Sebab jika tidak, Dawuhan Lor akan menjadi simbol kegagalan aparat dalam menegakkan keadilan — tempat di mana ayam bertarung, tapi hukum mati dalam diam.
