TANGERANG – Dugaan mark-up terhadap anggaran belanja gaji tenaga kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tangerang terungkap setelah tim DPD Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten, yang dipimpin oleh Syamsul Bahri, melakukan penyelidikan terkait pengelolaan anggaran tersebut. Meskipun telah melayangkan surat konfirmasi kepada Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLH dan Kebersihan Kabupaten Tangerang, jawaban yang diharapkan tidak kunjung diterima.
Menurut Syamsul Bahri, ketidakresponsifan pihak DLH semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam anggaran yang seharusnya digunakan untuk gaji tenaga kebersihan. “Kami telah mengirimkan surat konfirmasi, namun hingga kini tidak ada jawaban. Hal ini justru menciptakan kesan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan,” ujarnya saat ditemui di kantor GWI, Tangerang.
Syamsul menambahkan, dugaan mark-up gaji tenaga kebersihan ini sudah mengarah pada kerugian negara yang cukup besar. “Data yang kami terima dapat kami pertanggungjawabkan. Kami berencana untuk membawa masalah ini ke ranah hukum di Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, terdapat beberapa item belanja yang terindikasi mengalami pembengkakan. Di antaranya, belanja jasa tenaga kebersihan UPT I-IX yang mencatatkan nilai pagu sebesar Rp8.162.700.000, belanja jasa pengolahan sampah UPT I-IX sebesar Rp7.821.500.000, serta belanja jasa pengolahan sampah bidang PSLB3 sebesar Rp5.690.000.000. Total nilai belanja untuk gaji tenaga kebersihan di tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp24.086.700.000.
Namun, berdasarkan data lapangan, jumlah tenaga kebersihan yang sebenarnya bekerja hanya sekitar 350 orang. Pihak DLH diduga memasukkan sebanyak 619 orang dalam daftar penerima gaji, yang menyebabkan adanya pembengkakan anggaran sebesar Rp9.566.700.000. “Kami menemukan bahwa jumlah tenaga kebersihan yang digelembungkan hampir dua kali lipat, dan ini jelas merugikan keuangan negara,” terang Syamsul.
Selain itu, ada pula indikasi mark-up dalam belanja honor pengawas TPS 3R yang semestinya dibayar untuk 27 orang, namun oleh pihak DLH, angka tersebut digandakan menjadi 54 orang, dengan total kerugian yang diperkirakan mencapai Rp675.000.000. Begitu juga dengan belanja jasa pengelolaan sampah di bidang PSLB3, yang diasumsikan menggunakan lebih banyak tenaga kerja dari yang seharusnya, mengarah pada kerugian negara sebesar Rp2.090.000.000.
Secara keseluruhan, dugaan mark-up pada anggaran gaji tenaga kebersihan ini bisa mencapai Rp12.331.700.000. “Kami akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten. Kami tidak akan diam saja melihat praktik penyalahgunaan anggaran yang merugikan negara dan masyarakat ini,” tegas Syamsul Bahri.
Ia juga mengajak media dan berbagai organisasi masyarakat (Ormas) untuk mendampingi mereka dalam membawa kasus ini ke ranah hukum. “Kami minta rekan-rekan media dan ormas untuk ikut serta dalam melaporkan kasus ini. Kami yakin, ini adalah langkah yang tepat untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar,” tutup Syamsul.
(Red)