Probolinggo — Setelah lebih dari sembilan bulan berjalan tanpa kejelasan akhir, kasus dugaan penganiayaan terhadap Suarni (42), seorang janda warga Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, kembali memasuki babak penting. Terlapor dalam kasus ini adalah seorang Warga Negara Asing (WNA) pemilik Villa88 di desa setempat, berinisial Mr. C, yang sejak awal menyeret perhatian publik lantaran statusnya sebagai warga asing diduga mempengaruhi dinamika proses hukum.
Pada 3 Desember 2025, Polres Probolinggo menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) bernomor B/757/XII/RES 1.6/2025, yang menandai adanya perkembangan signifikan dalam perkara ini. Dalam surat tersebut, penyidik menyampaikan bahwa laporan Suarni terkait dugaan penganiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 351 KUHP yang terjadi pada 9 Maret 2025 masih dalam proses penyidikan — namun dengan serangkaian langkah yang menunjukkan intensifikasi proses.
Pemeriksaan Saksi Menggunung, Bukti Tambahan Disita
Dalam SP2HP tersebut, penyidik merinci daftar panjang saksi yang telah diperiksa: Suarni (korban), YL, SM, YF, DH, SW, GS, AD, SA, RD, DC (Mr.C, diduga berkaitan dengan terlapor WNA)
Penyidik juga telah memanggil saksi SR sebanyak dua kali namun tak pernah hadir, serta melakukan pemeriksaan ahli dokter terkait visum atas luka yang dialami korban.
Tak hanya itu, penyidik menyatakan telah melakukan penyitaan barang bukti dan melaksanakan pemeriksaan konfrontasi antara beberapa saksi dengan terlapor.
Menuju Gelar Perkara Penentu
Dalam SP2HP tersebut, Polres Probolinggo menegaskan bahwa langkah selanjutnya adalah melakukan gelar perkara, yang akan menjadi titik krusial dalam memutuskan arah penyidikan — apakah perkara dinaikkan ke tahap penetapan tersangka atau memerlukan pendalaman lanjutan.
Untuk memudahkan koordinasi, penyidik menunjuk:
- Aiptu Agung Dewantara, S.H. – PS Kanit PPA
- Bripda Muhammad Syahrul Ramadhan – Penyidik Pembantu
Keduanya disebut sebagai pihak resmi yang boleh dihubungi korban terkait perkembangan perkara.
Tak hanya memberi informasi, SP2HP tersebut juga menekankan agar korban berhati-hati jika ada pihak tak dikenal yang mengatasnamakan penyidik.
Kuasa hukum Suarni, H. M. Ilyas, S.H., menyampaikan apresiasi atas langkah penyidik yang dinilai lebih progresif.
“Kami mengapresiasi Polres Probolinggo yang sudah menunjukkan perkembangan berarti. Gelar perkara ini penting, dan bagaimana hasilnya nanti akan kami kawal serta kami angkat kembali ke publik,” ujarnya.
Ilyas menegaskan, pihaknya berharap proses gelar perkara tidak hanya menjadi formalitas, namun menjadi momentum bagi korban untuk mendapatkan kepastian hukum setelah berbulan-bulan menanti.
Aktivis Turun Tangan: “Hukum Jangan Takut pada Status WNA”
Sorotan publik terhadap kasus ini makin tajam setelah Kang Suli, Koordinator Aliansi Aktivis Probolinggo, turut memberikan pernyataan tegas.
“Kami mengapresiasi kinerja Polres yang mulai menunjukkan progres. Namun kami menunggu kapan gelar perkara benar-benar dilakukan. Kami akan mengawal proses ini agar berjalan profesional, tanpa intervensi,” tegasnya.
Lebih jauh, Kang Suli menekankan bahwa hukum tidak boleh pandang bulu.
“Meski terlapor adalah WNA, Suarni tetap harus mendapat keadilan penuh. Negara harus hadir,” ujarnya saat dihubungi Kamis (4/12/25).
Sementara itu, upaya untuk mengonfirmasi tindak lanjut gelar perkara kepada Kanit PPA Polres Probolinggo, Aiptu Agung Dewantara, melalui telepon WhatsApp, tidak mendapat respon, meski nada sambung terdengar.
Hingga berita ini diterbitkan, Polres Probolinggo belum menyampaikan jadwal resmi pelaksanaan gelar perkara, membuat publik dan pendamping hukum korban terus menunggu kepastian.
(Edi D/Bambang/Red/**)
