**Surabaya, 18 Desember 2024** – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) LSM LIRA Jawa Timur mengajukan permohonan perhatian khusus kepada Kepala Paminal Polda Jatim atas dugaan tindak pidana pemerasan yang melibatkan oknum petugas Polsek Mojoanyar, Mojokerto. Permohonan ini dipimpin oleh Direktur LBH LSM LIRA Jatim, Advokat Alexander Kurniadi, S.Psi., S.H., M.H., bersama Ketua Divisi Advokasi & Bantuan Hukum, Advokat Warti Ningsih, S.H., M.H., dan Sekretaris Direktur, Advokat Sumiatin, S.H. Mereka menuntut penegakan hukum atas tindakan sewenang-wenang yang diduga dialami oleh tiga warga Mojokerto.
Kasus ini bermula pada 10 Desember 2024, saat tiga warga Mojokerto, Febri Kurniawan, Rudianto, dan Beni Supratio, ditangkap oleh Polsek Mojoanyar dengan tuduhan menyimpan atau menyalahgunakan obat keras jenis pil double L. Namun, hasil penyelidikan LBH LSM LIRA menunjukkan bahwa tidak ada barang bukti yang ditemukan pada ketiga warga tersebut, mereka tidak menjalani tes medis, dan tidak ada surat perintah penangkapan atau penahanan yang diberikan. Keluarga korban pun tidak menerima pemberitahuan resmi terkait penangkapan tersebut.
Selama penahanan, keluarga korban dihadapkan pada tuntutan uang sebesar Rp30 juta per orang oleh seorang oknum pengacara yang mengaku sebagai perwakilan Polsek Mojoanyar. Ancaman untuk mengirimkan korban ke tahanan Surabaya apabila permintaan uang tidak dipenuhi, menunjukkan adanya dugaan pemerasan terstruktur yang melanggar prosedur hukum.
LBH LSM LIRA, yang tidak tinggal diam, segera bertindak dengan mengunjungi Polsek Mojoanyar pada 14 Desember 2024. Setelah melalui negosiasi yang panjang, mereka berhasil membebaskan ketiga warga tersebut dengan status wajib lapor. Namun, Advokat Alexander Kurniadi menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh berhenti begitu saja. “Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang nyata. Penangkapan dan penahanan ini cacat hukum dan mencoreng institusi kepolisian,” tegasnya.
LBH LSM LIRA juga menyoroti pelanggaran yang dilakukan oleh Polsek Mojoanyar, yang melanggar Surat Kapolri Kep/613/III/2021 yang menyatakan bahwa Polsek hanya berwenang menjaga keamanan dan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan. Hal ini semakin memperkuat tuntutan agar kasus ini ditindaklanjuti oleh pihak berwenang, serta permintaan untuk menghapuskan status wajib lapor bagi korban, karena penangkapan yang sudah tidak sah.
Dalam permohonan resmi kepada Paminal Polda Jatim, LBH LSM LIRA mendesak agar sanksi tegas dijatuhkan kepada oknum polisi dan pengacara yang terlibat dalam pemerasan ini. Mereka juga menginginkan langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan. “Kami tidak hanya memperjuangkan nasib tiga warga ini, tetapi juga menginginkan reformasi mendalam dalam penegakan hukum. Aparat harus bertindak profesional dan transparan,” ujar Alexander.
Kasus ini mengingatkan kita bahwa keadilan tidak boleh dikorbankan oleh kepentingan pribadi. LBH LSM LIRA berharap permohonan mereka mendapat respons cepat dari Polda Jatim, dengan menegakkan prinsip “Fiat Justitia Ruat Coelum – keadilan harus ditegakkan walaupun langit runtuh.” Mereka akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar terwujud.
(Tim/Red/**)